A. SISTEM DISPERSI
Dispersi adalah penyebaran merata dua fase. Kedua
fase tersebut terdiri atas:
Ø Fase
zat yang didispersikan dikenal juga dengan istilah fase terdispersi atau fase
dalam
Ø Fase
pendispersi dikenal juga dengan istilah medium pendispersi atau fase luar.
Campuran terdapat tiga macam, yaitu :
1. Larutan
Larutan merupakan campuran yang
bersifat homogen. Ukuran partikel zat terlarut di dalam suatu larutan lebih
kecil dari 10-7 cm (<1 nm) sehingga sangat sulit untuk diamati,
walaupun dengan menggunakan mikroskop.
Jadi, campuran antara gula dan air termasuk larutan karena pencampuran kedua
zat tersebut menghasilkan dua fase yang homogen. Bebrapa contoh larutan lainnya
adalah larutan garam dapur, larutan urea, larutan cuka. Jika larutan ini
disaring dengan menggunakan kertas saring tidak ada zat yang tersaring.
2. Suspensi
Suspensi adalah dispersi zat padat
di dalam air. Zat terdispersi pada suspensi merupakan zat pada yang berukuran
cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari molekul-molekul zat terdispersi.
Oleh karena itu zat terdispersi memiliki ukuran yang cukup besar, medium
pendispersi (air) tidak mampu menahannya sehingga padatan tersebut dapat
mengendap. Ukuran zat partikel terdispersi
di dalam suspensi lebih besar
dari 10-5 cm (>100nm) aehingga masih dapat diamati dengan
mudah. Suspensi dapat disaring dengan menggunakan kertas saring biasa.
Berdasarkan penjelasan ini, berarti campuran antara pasir dan air meriupkan
suspensi. Jika campuran oasir dan air dituangkan ke dalam gelas menggunakan
penyaring, pasir dan air pasti akan terpisah.
3. Koloid
Untuk memudahkan pembahasan sistem
dispersi koloid, digunakan fase terdispersi berupa padatan dan fase pendispersi
yang umum, yaitu air. Ukuran partikel zat terdispersi di dalam koloid lebih
besar daripada ukuran partikel di dalam larutan, tetapi lebih kecil daripada
ukuran partikel di dalam larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel
zat terdispersi di dalam suspensi.
Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm-10-5 cm (1nm-100nm).
Sistem koloid tampak homogen jika
dilihat tanpa mikroskop, tetapi dengan menggunakan mikroskop tampak adanya
partikepartikel fase terdispersi. Partikel koloid dapat disaring dengan
menggunakan suatu kertas saring yang
berpori-pori sangat halus (penyaring ultra). Berdasarkan sistem dispersinya,
suatu koloid tampak seperti suspensi. Akan tetapi, secara fisik tampak seperti
homogen, campuran susu bubuk dan air
dinamakan koloid.
Suspensi
(Sistem Heterogen)
|
Koloid
(Sistem Koloid)
|
Larutan Sejati
(Sistem Homogen)
|
Besar antara : 200 nm – tak hingga
|
Besar antara : 1 nm – 200 nm
|
Besar kurang dari 1 nn
|
2 fasa
|
2 fasa
|
1 fasa
|
Partikel tidak lolos dari saringan dan
membran
|
Partikal luas dari saringan tapi tidak
lolos dari membran
|
Partikel lolos dari saringan dan
membran
|
Mengendap dengan cepat (tidak setabil)
|
Ada kecendrungan untuk mengendap (agak
stabil)
|
Penyeberan merata (stbail)
|
Keruh
|
Agak keruh
|
Jernih
|
Partikel dapat dilihat mata dan
mikrsokop
|
Partikel tidak terlihat dengan dan
dapat dilihat dengan ultra mikroskop
|
Partikel tidak dapat dilihat ultra
mikroskop skalipun mikroskop
|
B. JENIS KOLOID
Jenis partikel koloid dibedakan menjadi 3 yatitu
dispersi koloid , larutan makromolekul , dan koloid asosiasi.
a. Dispersi
Koloid
Dispersi koloid adalah zat-zat yang tidak larut dengan
partikel-partikel yang terdiri dari gabungan banyak molekul. Dispersi koloid
umumnya dinamakan hanya dengan koloid. Dispersi koloid bersifat heterogen,
terdiri dari fase terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi maupun
medium terdispersi dapat berupa zat padat, zat cair, maupun gas. Dari 3 jenis
zat tersebut akan berbentuk 8 sistem koloid. Campuran antara gas dengan gas
bukan koloid, tapi merupakan larutan sejati. Tabel berikut memperlihatkan 8
jenis koloid .
Beberapa Jenis Koloid
NO
|
Fase
Terdispersi
|
Medium
Pendispersi
|
Nama
Koloid
|
Contoh
|
1
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol
padat
|
Asap,
debu
|
2
|
Padat
|
Cair
|
Sol
atau suspensoid
|
AgCl
dalam H2O, cat
|
3
|
Padat
|
Padat
|
Sol
padat
|
Gelas
berwarna
|
4
|
Cair
|
Gas
|
Aeroemulsi
|
Kabut,
awan
|
5
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
atau emulsoid
|
Susu,
santan
|
6
|
Cair
|
Padat
|
Gel
(emulsi padat)
|
Mentega,
keju
|
7
|
Gas
|
Cair
|
Buih
|
Busa
sabun, krim kocok
|
8
|
Gas
|
Padat
|
Buih
padat
|
Batu
apung
|
Dari kedelapan jenis koloid tersebut yang paling
penting adalah sol, emulsi dan gel, aerosol dan busa atau buih.
1.
Sol
Sol adalah koloid dengan fase
terdispersi zat padat dan mdium pendispersi zat cair dinamakan sol, seddangkan
jika medium pendispersinya padat dinamakan sol padat. Berdasarkan hubungannya
dengan pelarut, sol dibagi menjadi dua yaitu sol liofobik dan sol liofilik.
Sol liofobik merupakan butir-butir koloid yang tidak suka dengan pelarut,
misalnya sol logam-logam dan garam-garam dalam air. Sol liofilik merupakan
butir-butir yang suka dengan pelarut, misalnya koloid liofobik yang sudah
diberi gelatin, kanji, atau kasein.
Sifat-sifat sol :
a. Sifat
fisika koloid tergantung pada jenis koloidnya. Untuk koloid liofobik sifat seperti rapat, tegangan
muka, dan viskositas hampir sama dengan mediumnya. Pada koloid liofilik sifat fisikanya sangat berbeda
dengan mediumnya yaitu viskositas dan tegangan mukanya lebih kecil.
b. Sifat
koligatif sol lebih kecil dari sifat koligatif larutan biasa. Hal tersebut
karena butir-butir koloid terdiri dari banyak sekali molekul sedangkan pengaruh
terhadap sifat koligatif hanya ditentukan oleh jumlah molekul.
c. Sol
mempunyai sifat optis atau dapat memancarkan sinar.
d.
Sol liofilik dan liofibik bermuatan
listrik.
Pada pembentukan sol biasanya sol
yang diperoleh tidak murni, tetapi bercampur dengan elektrolit. Zat ini dapat
dihilangkan dengan cara dialisis, elektrtodialisis atau ultrafiltrasi.
a)
Dialisis
Elektrolit melewati membran yang
porous seperti kertas perkamen, sedang butir-butir koloid tidak. Dialisis memerlukan waktu yang lama.
b)
Elektrodialisis
Dennhgan mempergunakan perbedaan
potensial diantara membran-membrannya.
c)
Ultrafiltrasi
Sama dengan filtrasi biasa, tetapi
di sini sebagai penyaring digunakan kertas saring yang dilapisi kolodion atau
menggunakan porselin yang porous.
2.
Emulsi
Emulsi adalah dispersi koloid zat
cair dengan zat cair. Emulsi dapat dibuat dengan mengaduk kedua zat cair
tersebut. Agar emulsi stabil maka perlu ditambah emulgator. Contoh emulsi adalah air dalam minyak dan minyak dalam
air. Keduanyam sepertinya sama tetapi sebenarnya berbeda.
Pada emulsi air dalam lemak, air
sebagai fase terdisperesi sedangkan medium pendispersinya minyak. Sebaliknya
pada emulsi minyak dalam air yang berfungsi sebagai medium terdispersi adalah
minyak. Minyak disini adalah semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.
Emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak dapat dibedakan dengan dua cara.
a. Penambahan
air atau minyak. Jika air segera tercampur maka emulsinya adalah minyak dalam
air, sedangkan jika air tidak bercampur maka emulsinya adalah air dalam minyak.
b. Penambahan
elektrolit. Bila menambah daya hantar maka emulsinya adalah minyak dalam air,
bial tidak menambah daya hantar maka emulsinya air dalam minyak.
Contoh emulsi minyak dalam air
antara lain santan dan susu, sedangkan contoh emulsi air dalam minyak antara
lain minyak bumi, minyak ikan, dan mayonase.
Sifat-sifat emulsi antara lain
sebagai berikut :
1) Ukuran
partikelnya antara 100-1000 mµ.
2) Menunjukan
efek Tyndall.
3) Menunjukan
gerak Brown.
4) Biasannya
bermuatan negatif.
5) Bergerak
dalam medan listrik.
6)
Sensitif terhadap elektrolit.
Emulsi yang terjadi dapat dirusak
dengan melakukan pemanasa, pembekuan, pengocokan, dan penambahan elektrolit.
3.
Aerosol
Jika medium pendispersi adalah gas
maka dinamakan aerosol. Aerosol ada dua yaitu aerosol padat dan aerosol cair
(aeroemulsi). Aerosol padat jika medium terdispersinya zat padat, contohnya
asap dan debu. Aerosol cair jika meddium terdispersinya zat cair, contohnya
kabut dan awan.
4.
Busa
atau
buih
Jika pada aerosol medium
pendispersinya adalah gas, maka pada busa, gas sebagai fase terdispersi. Busa
dapat dibuat dengan mengalirkan gas ke dalam medium pendispersi yang mengandung
busa. Untuk dapat menstabilkan busa maka digunakan zat penstabil busa misalnya
sabun dan protein. Zat yang dapat menghalangi terjadinya busa antara lain
minyak tanah dan alkohol. Busa digunakan antara lain pada alat pemadam
kebakaran. busa dibagi dua, yaitu busa padat dan busa cair.
5.
Gel
Bila zat cair dan zat padat
dicampur pada konsentrasi yang tepat maka zat cair yang ada dapat terserap oleh
zat padatnya. Peristiwa tersebut dinamakan gelasi
dan zat yang terbentuk dinamakan gel. Gel dapat dibuat dengan beberapa cara
antara lain sebagai berikut.
a. Pendinginan,
misalnya agar-agar dapat dibuat dari pendingin larutan agar-agar.
b. Metatesa,
misalnya pembuatan silika gel.
Na2SiO3(aq)
+ 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2SiO3(aq)
atau SiO2.n H2O (Gel)
c.
Perubahan pelarut, misalnya larutan
kalsium asetat dalam air jika ditambah alkohol akan menjadi gel kalsium asetat.
Beberapa gel misalnya oksida
terhidrat bila dilakukan pengocokan akan mencair membentuk sol, tetapi bila
didinginkan akan membentuk gel kembali. Peristiwa perubahan gel menjadi sol
atau sebaliknya dinamakan tiksotropi.
Contoh gel antara lain mentega, keju, agar-agar, lem kanji, selai, gel sabun,
dan produk-produk kosmetik misalnya minyak rambut.
- Larutan Makromolekul
Larutan
makromolekul berupa larutan dari zat yang mempunyai bentuk molekul yang besar,
hingga mempunyai ukuran koloid. Molekul-molekul yang mempunyai massa molekul
relatif sangat tinggi dapat dibuat secara sintetis, misalnya, karet sintetis,
polistirena, nylon. Polimer-polimer dapat membentuk larutan sejati seperti
zat-zat yang mempunyai berat molekul rendah. Polimer yang diendapkan dari
larutannya dapat dilarutkan kembali. Hal tersebut tidak dapat terjadi pada
dispersi koloid. Larutan makromolekul termasuk koloid berdasarkan ukuran
molekul-molekulnya sebesar butir-butir koloid.
Sifat-sifat larutan makromolekul sebagai berikut :
1. Sifat
koligatif larutan makromolekul sangat rendah.
2. Menunjukkan
efek Tyndall.
3. Larutan
makromolekul tidak dipengaruhi medan listrik.
4. Larutan
makromolekul dapat diendapkan dengan penguapan atau dengan penambahan pelarut.
- Koloid Asosiasi
Penambahan
kalsium oleat ke dalam air pada temperatur 50⁰C
akan menurunkan tegangan permukaan air. Bila penambahan dilakukan terus maka
pada konsentrasi kalsium oleat 0,0035 molar, tegangan permukaan tidak dapat
turun lagi. Hal tersebut disebabkan karena ion oleat membentuk
gumpalan yang dinamakan missell. Konsentrasi pada saat mulai terjadi misell dinamakan critical micellization consentration (cmc). Dibawah nilai cmc akan terbentuk ion oleat, sedangkan
diatas nilai cmc akan terbentuk
misell yang butir-butirnya mempunyai ukuran koloid. Perubahan dari bentuk ion
menjadi misell dinamakan reversible.
Koloid yang seperti itu dinamakan koloid asosiasi. Contoh koloid asosiasi
antara lain sabun, alkil sulfat tinggi, garam amina tinggi, zat warna, ester
gliserol tinggi, dan polietilena oksida.
Misell ada dua yaitu misell ionik misalnya garam
amino dan misell kationik misalnya polietilena. Misell tidak terjadi bila
terjadi kenaikan temperatur dan kenaikan cmc.
C. SIFAT KOLOID
Secara
fisik sistem koloid terlihat homogen seperti larutan . Namun jika diamati
dengan mikroskop , akan terlihat adanya perbedaan antara koloid dengan larutan
karena koloid sebenarnya bersifat heterogen . Sistem koloid memiliki sifat
sifat yang khas yang membedakan dengan larutan sejati .Berikut sifat sifat dari
koloid .
1. Gerak
Brown
Gerak
Brown adalah gerak lurus partikel partikel koloid yang arahnya tidak menentu
yang disebabkan oleh tumbukan dari molekul molekul medium pendispersi dengan partikel partikel koloid .
Gerak Brown ditemukan pertama kali oleh Robert Brown seorang sarjana Biologi
(1773-1859)
Makin
kecil ukuran partikel , makin cepat Gerak Brown yang terjadi . Demikian pula ,
makin besar ukuran partikel maka makin lambat Gerak Broen yang terjadi . Gerak
Brown juga dipengaruhi suhu . Semakin tinggi suhu sistem koloid , maka semakin besar energi
kinetik yang dimiliki partikel partikel medium pendispersinya . Akibatnya gerak
Brown partikel terdispersinya semakin cepat . Demikian pula sebaliknya , makin
rendah suhu sistem koloid , gerak Brown semakin lambat .
Gerak
Brown dapat berlangsung terus karena gaya yang bekerja pada partikel dihasilkan
oleh tumbukan partikel itu sendiri . Hal ini mengakibatkan berkurangnya gaya
gravitasi terhadap partikel fasa dispersi . Akibatnya gerakan partikel acak .
2. Efek
Tyndall
Untuk
membedakan apakah suatu campuran termasuk larutan sejati atau koloid digunakan
metode penyinaran . Jika pengamat melihat dari arah tegak lurus terhadap sinar
, maka :
a.
Pada larutan sejati berkas sinar tidak
terlihat
b.
Pada koloid cahaya dibaurkan ke segala
arah dapat dilihat .
Pada
gelas kimia yang berisi larutan kanji yang dilewati oleh cahaya dari lampu senter
, akan terlihat berkas cahaya dengan nyata melewati larutan kanji tersebut ,
karena partikel partikel pada larutan kanji akan menghamburkan berkas cahaya .
Tetapi pada gula tidak terlihat penghamburan cahaya seperti pada larutan kanji
.
Terlihatnya
berkas cahaya pada larutan kanji disebabkan berkas cahaya mengenai partikel
partikel koloid yang kemudian dihamburkan oleh partikel koloid tersebut sehigga berkas cahaya terlihat jelas .
Gejala
ini pertama kali ditemukan oleh Michael Farady , kemudian pada tahun 1869 John
Tyndall seorang ahli fisika dari Inggris mempelajari pembauran sinar pada
koloid . Gejala pemantulan dan pembauran cahaya oleh partikel koloid
disebut gejala atau Efek Tyndall . Jadi
Efek Tyndall adalah peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel partikel koloid
sehingga tampak lintasan berkas sinar tersebut .
Di
dalam kehidupan sehari – hari, efek Tyndall dapat dilihat pada gejala – gejala
berikut:
a. Jika
sinar matahari masuk melalui celah ke dalam ruangan, pada sinar tersebut
terlihat debu-debu beterbangan. Pada daerah yang tidak terkena sinar matahari,
tidak akan terlihat debu-debu. Begitu juga jika sinar matahari melewati
pepohonan dan daerah berkabut akan terlihat lebih jelas.
b. Saat
berdada di dalam gedung bioskop, jika ada asap rokok yang mengepul, maka cahaya
proyektor terlihat lebih jelas dan layar proyektor menjadi buram.
c. Sorot
lampu mobil pada malam berkabut akan terlihat lebih terang, namun jalanan
tidak. Begitu juga pada jalanan berdebu. Itulah sebabnya sorot lampu mobil
seakan tidak tampak, tetapi jalanan terlihat jelas.
3. Adsorpsi
Partikel koloid mampu menyerap
molekul – molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika partikel kolid
menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada permukaannya,
partikel koloid tersebut menjadi bermuatan. Penyerapan yang hanya terjadi di
permukaan saja disebut adsorpsi. Sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh
bagian disebut absorpsi.
Sifat
adsorpsi partikel koloid digunakan pada proses-proses berikut:
a. Penjernihan
Air
Pada
air sungai, tanah yang terdispersi dapat diendapkan dengan penambahan tawas
(KAl(SO4)2) atau larutan PAC (Poly Aluminum Chloride).
Kedua zat ini dapat membentuk koloid Al(OH)3. Kemudian, partikel
koloid Al(OH)3 mengadsorpsi pengotor di dalam air, menggumpalkan,
dan mengendapkannya sehingga air menjadi
jernih.
b. Penghilangan
Kotoran pada Proses Pembuatan Sirup
Pada
industri pembuatan sirup untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan
putih telur. Setelah gula larut, sambil diaduk ditambahkan putih telur sehingga
putih telur tersebut menggumpal dan mengadsorpsi pengotor. Selain putih telur,
dapat juga digunakan zat lain, seperti tanah diatomae atau arang aktif.
c. Proses
Menghilangkan Bau Badan
Produk
roll on deodorant digunakan adsorben (zat yang akan mengadsorpsi) berupa
Al-stearat . jika deodorant digosokkan pada anggota badan, Al-stearat
mengadsorpsi keringan yang menyebabkan bau badan.
d. Penggunaan
Arang Aktif
Arang
aktif merupakan contoh adsorben yang dibuat dengan cara mamanaskan arang dalam
udara kering. Arang aktif memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai zat. Obat
norit (obat sakit perut) mengandung zat arang aktif yang berrfungsi menyerap
berbagai zat dan racun dalam usus. Arang aktif ini juga digunakan pada topeng
gas, lemari es (untuk menghilangkan bau), dan rokok filter (untuk mengikat asap
nikotin dan tar).
4.
Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan
partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau
karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk
partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemananasan,
pendingingan, penambahan elektrolit, pembusukkan, pencampuran koloid yang
berbeda muatan atau karena elektroforesis.
Berikut
beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari:
a. Perebusan
Telur
Telur
mentah merupakan suatu sistem koloid dengan fase terdispersi berupa protein.
Jika telur tersebut direbus, maka akan terjadi koagulasi, sehingga telur
tersebut menggumpal.
b. Pembuatan
Yoghurt
Susu
dapat diubah menjadi yoghurt melalui fermentasi. Pada fermentasi susu akan
terbentuk asam laktat yang menggumpal dan berasa asam.
c. Pembuatan
Tahu
Pada
pembuatan tahu dari kedelai, mula-mula kedelai dihancurkan sehingga terbentuk
bubur kedelai. Kemudian, ditambahkan larutan elektrolit, yaitu CaSO4 .
2H2O yang disebut batu tahu sehingga protein kedelai menggumpal dan
membentuk tahu.
d. Pembuatan
Lateks
Lateks
terbuat dari getah karet. Pada pembuatan lateks, getah karet digumpalkan dengan
penambahan asam asetat atau asam format.
e. Penjernihan
Air Sungai.
Air
sungai mengandung padatan lumpur yang terdispersi di dalam air (sol). Sol tanah
liat dalam air sungai memilki muatan negatif sehingga dapat diendapkan dengan
penambahan tawas atau PAC. Di dalam air sungai, tawas atau PAC membentuk koloid
Al(OH)3 yang bemuatan positif. Pengendapan terjadi karena koagulasi
koloid yang bermuatan negatif dengan kolid yang berrmuatan positif.
f. Pembentukan
Delta
Delta
terbentuk dari hasil pencampuran air sungai yang mengandung koloid tanah liat
dan elektrolit yang berasal dari air laut. Percampuran tersebut menyebabkan
terjadinya koagulasi sehingga terbentuk delta.
g. Pengolaha
n Asap atau Debu
Padatan
dalam asap atau debu dapat diendapkan dengan menggunakan alat berupa Cottrel.
Partikel asap dan debu akan tertarik pada elektrode cerobong Cottrel yang dan mengendap. Endapan yang terbentuk akan
diendapkan secara berkala sehingga gas – gas yang keluar dari cerobong sudah
terbebas dari partikel padatan yang berbahaya.
5. Koloid
Liofil dan Koloid Liofob
Sistem
koloid sol dapat bersifat liofol dan ada juga yang bersifat liofob. Pada sol
yang bersifat liofil , zat terdispersi dapat menarik atau mengikat medium
pendispersi.
Pada
sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersiny
(air). Umumnya kolid liofil terlihat
homogen, tidak tampak adanya medium pendispersi, lebih kental dan membentuk
gel. Contoh koloid liofil, agar-agar,
koloid kanji, cat, lem. Jika medium pendispersi pada suatu kolid liofil adalah
air, kolid tersebut disebut kolid hidrofil.
Pada
sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak terdispersi dengan baik jika
ditambahkan lagi medium pendispersi. Contoh kolid liofob yaitu sol emas, sol
belerang. Suatu kolid liofob dengan medium pendispersi air tersebut dinamakan
koloid hidrofob.
6. Koloid Pelindung.
Koloid
pelindung adalah suatu sistem kolid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya
agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung adalah gelatin yang merupakan koloid padatan
dalam medium air.
7. Dialisis
Dialisis
adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi
sehingga ion-ion dapat dihilagkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion
yang terbebas.
Kantung
penyaring merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat dilewati ion dan
air, tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid. Proses dialisis juga terjadi
dalam metabolisme tubuh seperti ginjal
yang bekerja sebagai penyaring semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam
darah mengandung butir-butir darah, air, dan urea.
8. Sistem
Koloid Dalam Pengolahan Air
Pengolahan
air sungai menjadi air bersih dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebegai
berikkut :
a. Penggumpalan
Proses
Penggumpalan (koagulasi) dilakukan dengan menggunakan tawas (Kal(SO4)2),
PAC(Poly Aluminium Chloride), Al2(SO4)3 .
senyawa tersebut dapat menghasilkan koloid Al(OH)3 yang akan
mengadsorpsi pengotor tanah dan menggumpalkannya sehingga terbentuk endapan
b. Proses
Penyaringan
Setelah
terjadi penggumpalan, kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan peyaring.
Penyaring terdiri atas lapisan pasir, kerikil, dan ijuk.
c. Proses
Adsorpsi
Adsorpsi
atau penyerapan kotoran menggunakan koloid Al(OH)3 terjadi pada
tahap awal. Jika terdapat ion Fe2+, yang tersebut terlebih dahulu
menjadi ion Fe3+ menggunakan kaporit. Setelah itu baru proses
adsorpsi dapat dilakukan menggunakan Al(OH)3. Proses adsorpsi juga
dilakukan dengan menggunakan karbo aktif yang dapat menyerap bau dan zat-zat
kimia, seperti besi dan sisa kaporit yang berlebih .
d. Proses
Desinfeksi
Penambahan
kaporit bertujuan membunuh kuman-kuman. Kaporit juga berperan sebagai oksidator
dan ditambahkan sebelum penggumpalan. Kaporit ini menimbulkan bau unsur klorin
yang kurang sedap sehingga digunakan karbon aktif untuk menyerap klorin
tersebut.
D. PEMBUATAN SISTEM KOLOID
Partikel koloid berada
di antara ukuran partikel larutan sejati dan suspensi kasar. Berdasarkan hal
tersebut, maka sistem koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
1. Cara
Kondensi
Cara kondensi adalah pembuatan
system koloid dengan cara mengubah partikel-partikel halus menjadi
partikel-partikel koloid. Biasanya cara ini dilakukan dengan menggunakan
reaksi-reaksi kimia. Reaksi kimia yan yang digunakan dalam kondensasi adalah
reaksi hidrolisis, reaksi redoks, dan penggantian pelarut.
a. Reaksi
Hidrolisis
Jika
FeCl3 dimasukkan ke dalam air mendidih, akan terbentuk Fe(OH)3 yang
ukuran partikel-partikelnya lebih besar dibandingkan ukuran partikel larutan
sehingga membentuk sol Fe(OH)3. Persamaan reaksi yang terjadi :
FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3
+ 3HCl
Pada saat partikel-partikel Fe(OH)3 terbentuk
dan berukuran partikel koloid maka akan menyerap ion-ion Fe3+
sehingga koloid menjadi bermuatan positif
b. Reaksi
Redoks
Pembuatan sol emas dapat dilakukan dengan cara
mereaksikan AuCl3 dengan FeSO4 berdasarkan persamaan
reaksi berikut ini :
AuCl3
(aq) + FeSO4(aq) Au (s)
+ Fe2(So4)3
(aq)
Au3+ mengalami reduksi menjadi Au dan Fe2+ mengalami
oksidasi menjadi Fe3+.
c. Reaksi
Penggantian Pelarut
Pembuatan gel Kalsium asetat dilakukan
dengan menambahkan alkohol secara tiba-tiba ke dalam larutan Kalsium asetat
jenuh. Alkohol yang ditambahkan akan mengikat air sehingga terjadi penurunan
kelarutan Kalsium asetat dan karena penambahannya dilakukan tiba-tiba maka air
dan alkohol terperangkap diantara partikel Kalsium asetat yang mengendap
sehingga terbentuk gel.
2.
Cara Dispersi
Membuat system koloid dengan cara
mengubah partikel-partikel kasar menjadi artikel-partikel koloid. Pembuatan
koloid melalui cara disperse diantaranya :
a. Cara
Mekanik
Cara ini dilakukan dengan menggerus
partikel kasar sehingga membentuk partikel koloid kemudian mendispersikannya ke
dalam medium pendispersi. Contoh : pembuatan sol belerang.
b. Cara
busur Bredig
Umumnya cara ini digunakan untuk membuat
sol logam. Dilakukan dengan cara
mendekatkan dua batang logam yang memiliki beda potensial tinggi dalam
air, panas yang terjadi akan mengakibatkan logam menguap, uap tersebut
terdispersi ke dalam air kemudian mengalami kondensasi dan membentuk sol.
Contoh : pembuatan sol emas.
c. Cara
Peptasi
Proses peptasi adalah proses pemecahan partikel yang
lebih besar menjadi partikel koloid. Dilakukan dengan cara menambahkan zat
penyebab peptisasi ke dalam suatu larutan. Contoh : untuk membuat sol Al(OH)3
maka kedalam endapan Al(OH)3 ditambahkan AlCl3.